Selasa, 26 September 2017

HATI BESAR DAN HATI KECIL


Ketika pentas drama tak sesuai dengan yang kita mau, jawabannya pasrah.
Pasrah bukan berarti menyerah. Sebab pasrah adalah cara paling bijaksana dan sangat adil untuk semua pihak. Wayang pun demikian. Hanya bisa pasrah. Menerima keadaan dengan cara bijaksana. Agar penonton merasa di"bahagia"kan dengan peran yang dimainkan.


Setiap penonton berhak menilai. Berhak pula melabeli atas peran yang dimainkan sang wayang. Silahkan.
Toh, sejatinya yang tau siapa sang wayang sebenarnya hanyalah sang sutradara drama, yaitu Dalang. Sang dalang boleh membuat peran apapun untuk setiap wayangnya. Setiap peran untuk pentas drama yang berbeda-beda. Jadi seperti ini misalnya: Sang wayang menjadi Rahwana di pentas drama A, belum tentu mendapatkan peran Rahwana juga di pentas drama B. Seperti itulah.


Setiap wayang belum tentu memainkan peran buruk, pun juga peran baik. Semua tergantung di pentas drama manakah sang wayang akan "tampil". Menampilkan peran yang (seharusnya) dia kuasai dengan baik, sesuai skenario. Tapi salahkah jika sang wayang berontak atas peran yang sedang atau akan dia jalani? atau mungkin sekedar meminta Dalang untuk mengubah skenarionya. Sedikiiiiiittttt saja. Paling tidak 'nyerempet' dengan apa yang dikehendaki sang wayang, namun tentunya tak mengubah jalan cerita. Hanya diubah atau diperbaiki atau diedit sedikiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttt saja.


Sang wayang memiliki 2 hati: hati besar dan hati kecil. Hati kecilnya mengatakan "aku benci peran ini, Dalang! Bolehkah aku keluar saja dari pentas drama ini kemudian kutemukan sendiri pentas dramaku?". Lain dengan hati kecil, hati besar mengatakan: "ini pentas yang harus aku jalani, penonton harus puas dengan semua "akting"ku".
Coba saja sang Wayang bisa melakukan sesuai hati kecilnya.
Tapi ahh...seringnya setiap wayang menggunakan hati besarnya, bukan untuk kebahagiaannya sendiri namun untuk kebahagiaan orang-orang di sekitarnya. 
  

Iya... berhati besar yang berarti lapang dada dan menerima keadaan. Mungkin itu yang sang Wayang rasakan...

Jumat, 25 Agustus 2017

DRAMA KOMEDI GUSTI

Aku adalah wayang dalam pertunjukan 'pentas drama Gusti' sejak 26 tahun yang lalu. Aku adalah wayang yang tak punya kuasa apapun atas diriku dan nasibku. Aku adalah wayang yang mengikuti setiap skenario Gusti yang menggerakan 'kayu-kayu' yang terpasang di tubuhku. Aku adalah wayang yang sudah diberikan 'peran' atas diriku dan hidupku. Iya, peran. Peran menjadi sesosok wayang yang kadang menjadi 'tontonan' yang menyenangkan atau bahkan mungkin menjadi 'tontonan' yang membosankan.

Aku ini cuma wayang. Aku bisa apa atas diriku dan hidupku? 
Aku bisa menjadi sosok yang gagah dengan alur cerita heroik dan pemberani.
Aku bisa menjadi sosok yang menyebalkan, jahat, hingga setiap orang memandang jelek terhadapku.
Aku bisa menjadi sosok yang lembut dan penuh kasih sayang.
Aku bisa menjadi sosok yang ceria, penuh tawa, dan menghibur banyak orang.

Aku ini cuma wayang. Aku bisa apa atas diriku dan hidupku?
Ketika sosok Rahwana adalah peran yang harus kumainkan, orang telah mempunyai 'label' sendiri atas sosok Rahwana. Aku terima itu.
Ketika sosok Limbuk adalah peran yang harus kumainkan, orang juga telah tau sosokku akan seperti apa.Setiap orang berhak menilaiku, toh aku hanya memainkan peranku di drama 'pementasan' ini.

Aku ini cuma wayang. Aku bisa apa atas diriku dan hidupku?
Aku menjalani peran agar 'penonton' tertawa puas atas penampilanku, kemudian Gusti memberikan "reward" yang pantas atas pertunjukan itu. Ya, "reward" yang pantas...paling tidak aku dipakai lagi dalam 'pentas drama' selanjutnya.

Tapi taukah, bahwa aku cuma wayang yang hanya bisa menerima setiap peran dari Sang Gusti?
Apalah aku yang tak mampu teriak bahkan memberontak untuk setiap peran yang tak sesuai dengan hatiku.
Apalah aku yang hanya bisa pasrah mengikuti 'gerak tangan' Gusti dalam pertunjukanku.
Apalah aku yang hanya diciptakan untuk 'kebahagiaan' orang sekitarku bahkan mengesampingkan apa yang sebenarnya ku rasakan.
\
Toh aku cuma wayang dalam sebuah pentas.
Drama komedi Gusti. Aku menyebutnya demikian, karena banyak hal di luar nalar yang hingga saat ini sulit kupahami. Skenario pentas yang seringkali di luar pikiran nalarku.


Tapi, apalah aku...
Aku ini cuma wayang. Aku bisa apa atas diriku dan hidupku?

Jumat, 18 Agustus 2017

Dream #71: KARIMUN JAWA

"Liburan kantor kita tahun ini ke Karimun Jawa!" adalah sebaris kata yang diucapkan pak bos besar Forum Edukasi usai briefing pagi itu. Rasanya campur-campur, salah satunya karena seneng mimpi ke-71 yang kutulis sekitar 5 tahun lalu, akhirnya bakalan terwujud.
Oke...kita flashback sebentar:
Lebih tepatnya sekitar 2012 yang lalu, pernah punya rencana buat melancong ke Karimun bareng JUPLI (Jarot, Udin, Pras, Luna (Rista), dan Isma (Juple)). Tapi akhirnya gagal karena cuaca saat itu kurang mendukung. Hingga akhirnya kami putuskan untuk melancong ke kepulauan seribu, Jakarta. Lebih lengkapnya baca blog sebelumnya (promosi dikit laaahh..😂😂.)

Nah...hingga akhirnya awal Agustus 2017, temen-temen kantor berencana pengen liburan tahunan di sana. Yap...bareng temen-temen kantor dan bukan bareng temen-temen JUPLI. Gara-gara ini pula nih langsung pada rame, termasuk Jarot yang biasanya diem aja ikutan komentar. Dasar emang... 

Langsung lanjut ke cerita: Karimun jawa lebih tepatnya ada di utara Pulau Jawa, pulaunya cuma seuprit doang, kalo di peta mah cuma titik kecil kayak tahi lalat nemplok di muka lalat (nahlooo...bisa bayangin kan loe gimana kecilnya, nyari muka lalat aja udah kelabakan). Ya gitulahh...intinya, nih pulau keciiiiiiiiiiiiiiiiilllllllllllllllll banget. Bahkan sempet kepikiran juga sih sama orang hidup di sana, apa ngga bosen cobaa dimana-mana mentok ketemunya laut, trus ketemunya tiap hari sama orang yang sama. Nah...bisa bayangin kan kalo punya mantan yang hidup di situ juga? Gimana bisa move on coobaaa hahahhaaa (ini mengutip kata-katanya mas Paryanto -salah satu partner KRT saat itu). KRT? Apaan tuh? Sabaaaarrrr... nanti gue jelasin apa itu KRT hahahahaa....


Minggu, 13 Agustus 2017
Berangkat dari kantor Mukti Sewon sekitar jam 9 malem. Iyaaa.... 9 malem meeeennn!!! makanya style gue saat itu adalah pake baju tidur dan muka siap tidur (kebayang dong gimana? mmmm...ngga usah bayangin kali yaa). Oke...perjalanan berangkat aku isi dengan tidur nyenyak diiringi lagu dangdut koploan di dalem mobil. Hingga akhirnya perjalanan berhenti sejenak di alun-alun Demak...ehh, boleh dibilang ngga sejenak sih, soalnya sekitar 3 jam kita istirahat di sana. Di depan masjid agak sampingnya dikit kebetulan ada bakul ronde, dan kuputuskan untuk beristirahat sambil menikmati panasnya dan pedesnya wedang ronde. Iya pedes... soalnya kuahnya mah bukan menghangatkan tenggorokan tapi bikin mulut kepedesan. Beda daerah, beda ronde kali yah? Pas beli wedang ronde, sempet banget tuh ngobrol sama penjualnya -lupa nama penjualnya. Intinya bapaknya itu asli Demak, dan ngobrol ngalor-ngidul hingga akhirnya sampai lah pada topik KRIMUN JAWA... kira-kira kayak gini nih hasil obrolannya...
Bapak Ronde (BR), Tata (T)
T: Bapak pernah ke Karimun Jawa?
BR: (mikir sejenak sambil liat bunder-bunder rondenya) ooooo...yang nyebrang itu?
T: Iya pak...nyebrang lewat pelabuhan Jepara
BR: oooiyaaaaa...
T: pernah kesana pak? (muka antusias setengah berharap bapaknya tau apa itu KARIMUN JAWA)
BR: yaaa beloooommm (sambil nyengir)
T: (muka bete pengen makan ronde setoplesnya)

Bapaknya Ronde yang menurutnya Pantai Teluk Awur adalah destinasi paling OKE
 Nah...kira-kira kayak gitu obrolan ngga pentingnya. Tapi intinya tuh bapak selama hidupnya pantai paling bagus menurut beliau adalah pantai teluk awur Demak (gue malah yang ngga paham kayak apa pantainya). Tapi menurut beliau, teluk awur itu pantai paliiiiiiiiiingggggggggg baaaaaggggggguuuuuuuuuuuuuussssssss. Dan aku cuma bisa komen: BAIKLAH PAK, ASAL KAMU BAHAGIA (setel lagunya Armada).

Usai menikmati ronde diiringi dinginnya malam alun-alun Demak, akhirnya aku dan teman-teman cewek (biasanya aku manggil mereka emak-emak) memutuskan untuk tiduran di serambi masjid Demak. SERAMBI MASJID! Iya....udah kayak gembel aja kita pas itu, mana tiduran pas di tengah-tengah serambi trus cuma 'krukupan' jaket pula. Dan ngga cuma itu doang...dapet bonus bentol-bentol di pipi. Entah digigit nyamuk, semut, tikus, dinosaurus atau apaa tapi pipi bentolnya nambah (Iya nambahh...luu tau kan pipi gue aja udah bentol gede alias lemak ngumpul di pipi semua?). Well, ngga kerasa udah adzan subuh aja. Begitu sholat, kami serombongan pun melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Jepara.

*MODE CEPAT*

Sampailah di pelabuhan Jepara...

Bubur ayam full musik era 70/80-an

Muka belum Mandi

Ngga paham kenapa mukanya begini banget
 Di sana kami awali dengan sarapan bubur dan atau sate ayam. Udah kenyang sarapan, dilanjutkan dengan menunggu. Iyaaapp...menunggu tiket dan kapalnya datang. Dan yang ditunggu akhirnya datang, kapal (aku lupa namanya) akhirnya datang juga. Rombongan pun masuk, dan disambut dengan lagu Jay Sean volume kencenggg...hmmmmmmmm.... bau-bau petualangan siap dimulai....