Minggu, 29 April 2018

Langit senja berpesan:
Berperanlah sebaik-baiknya, sesempurna yang kamu bisa
agar Sang Sutradara bangga atas drama yang sedang Dia garap
agar semesta puas dengan peran yang kau mainkan
Jangan lupa tersenyum hari ini.

Rabu, 25 April 2018

ALASAN

Semua pertanyaan "Mengapa", selalu berpasangan dengan jawaban "Karena"
Mengapa? Karena....
Mengapa? Sebab....
Mengapa? dan alasan seterusnya...
Namun ada satu hal yang tak pernah kutemukan jawabannya...

Aku tau semuanya serba berlandaskan alasan
namun untuk hal yang satu itu, tak pernah beralasan
tak pernah kutemukan alasannya...
Sebab rasa tak butuh alasan, hanya butuh dirasakan...

Senin, 23 April 2018

Senja, Ijinkan Aku Bercerita

Untuk kesekian kalinya dan tak akan pernah bosannya
aku bercerita...
mengenai sebuah rasa yang tak tau asalnya darimana
mengenai sebuah rasa yang akupun tak tau bagaimana awalnya
hingga merekat kuat dalam hati dan pikiranku
Bodoh?
Aku memang bodoh, Senja
Namun jika itu kau anggap bodoh, biarkan aku terlarut dalam kebodohan ini
Aneh?
Memang kesannya aneh untukmu, namun beginilah caraku
Sebuah cara yang menurutmu BODOH dan ANEH
Tapi... kau pun tau alasannya...
Tidak bisa kau terima?
Sama.
Namun aku bisa apa atas ini semua?
Sedangkan Senja tetap memandang nanar dari kejauhan sana
Seakan mengatakan "Akan ada pagi setelah ini, dan aku hadir kembali"

Temaramnya matahari di ufuk barat
Seakan menenggelamkan sebuah asa yang tak kunjung ada jawabnya
Namun...
Akan ada pagi menjelang, pertanda mengawali senja berikutnya...
Senja...
Ijinkan aku senantiasa bercengkrama dan menceritakan semuanya...
Meski aku tak tau, di ujung sana terdengar atau tidak
tetapi setidaknya aku ungkapkan semuanya
Lewat tenggelamnya senja, beserta rasa yang semakin tenggelam ke dalam sukma
merasuk ke jiwa...
beserta nyanyiannya...

Kamis, 12 April 2018

Attempted Suicide

Kubundarkan purnama hanya untukmu 
Kuheningkan desau angin gunung-gunung 
E ya e yo Sunyi sempurna 
E ya e yo Menanti cintamu 
Burung pungguk 
Merindukan Sang Rembulan 
Bujuk rayu sangkanya tangga ke bulan 
Dia sangka tangganya menjangkau 
Dia sangka tangannya kan menggapai 
Dua belas tahun Sinta 
Kunanti lirih cintamu 
Dua belas jangka singkat 
Bandingan jangka tanpamu 
Kau bergeming tak beranjak 
Seangkuh pohon Asoka 
Dulu sanggup kau bertapa 
Lima puluh ribu tahun 
Sampai lima puluh ribu tahun pun 
Cintamu tetap aku tunggu 
Kau tunggu 
Sampai gunung laut babak belur 
Pun aku akan tetap tunggu 
Kau tunggu 
Sampai gempor bulan langit bintang-bintang 
Pun aku akan tunggu 
 Ka tunggu Sinta dengar sampai kau mati, 
hidup lagi Mati hidup, hidup lagi 
Rahwana Dewi Sinta, 
mirah ingsun Embun titik-titik embun 
Tetes-tetes di Taman Soka 
Kembang bakung fajar waktuku 
Waktu hidup alam fana 
Detak debar degub desir rasaku Dewi Sinta, 
mirah ingsun 
Tahan kalau memang 
Cinta Sinta kuterlarang 
Kenapakah kau bangun megah 
Rasa ini dalam di relung sukmaku 
Tuhan Aku bukan burung pungguk 
Kalau bukan burung pungguk 
Burungmu burung apakah
Burung emprit burung gantil 
Burung burung sebangsa
Lebih sakit masih hidup padahal dah mati 
Aji Pancasona-ku ternyata mengekalkan hidupku 
Tanpa cinta sang Dewi Sinta 
Hmmm 
Hidup lebih mati tanpa cinta



(Sujiwo Tejo, Rahvayana)

Selasa, 10 April 2018

SECANGKIR KOPI DI PAGI ITU

Hampir setiap kali kucium aroma kopi,
pikiran selalu membawaku kesana
alam sadarku seraya mengajakku
untuk selalu bercengkrama dengan masa itu
sebuah masa dimana kopi bukanlah hal yang pahit untuk dinikmati
namun kopi menjadi sebuah hal yang harum dan menyejukkan

Aroma kopi...
aku memang tak mahir membedakan berbagai jenis kopi
bahkan menurutku semua rasanya sama, PAHIT
namun kopi yang diseduh pada masa itu terasa berbeda
rasanya MANIS...
MANISSSS sekali...
jauh lebih manis dari gula-gula...

Mengenai kopi...
di setiap kesempatan, entah kenapa aku menyukai frappucino
aku menyukai sensasi krim yang bercampur dengan kopi
terasa nikmat dan menenangkan...
Selain itu, aku menyukai latte...
bukan karena rasanya, namun seni gambar yang ada diatasnya...

Namun...
dari beberapa jenis kopi yang entah aku tak tau cara membedakannya
aku menyukai kopi hitam
secangkir kopi hitam yang begitu kental dengan rasa pahitnya
secangkir kopi hitam yang seraya mengajarkanku...
bahwa di dalam hidup tidak hanya mengharapkan manis saja, namun juga pahit
meski demikian... tetap harus bisa menikmatinya...
bukankah kopi terkenal dengan rasa pahitnya?
HAHAHA... tertawa seperti ini adalah caraku menikmati kopi yang rasanya pahit.

"Cinta dalam diam layaknya kopi hangat yang kau seduh saat menyambut ufuk ataupun melepas senja. Di sana, akan kau temukan betapa pahit dan pekat rasa seduhannya. Semua terasa sulit kita raba, senada dengan cinta dalam diam yang begitu tertatih untuk kita jaga dan juga kita tumbuhkan benih harapannya pada tiap letupan. Namun seperti halnya secangkir kopi hangat, maka meski dalam pahit dan pekat kau terus mencoba merasakan dan mempertahankan cintamu, di sana akan kau temukan sepercik rasa manis dan juga aliran hangat yang akan menenangkanmu dan membuatmu tersenyum saat kau menggoreskan penamu untuk menulis tentang seseorang yang kau cintai"
(adapted: Filosofi Kopi Hitam)

Minggu, 08 April 2018

SENANDUNG HUJAN

Hujan bersenandung kemarin sore,
meskipun keadaannya berubah namun rasanya selalu sama
ada makna di balik datangnya hujan.
Entah itu nyata ataukah hanyalah sebuah prasangka...

Cukup ku senyumi saja,
semoga itu benar-benar nyata adanya
Andai setiap rintik hujan dapat membawakan pesan,
maka beribu-ribu pesan kutitipkan padanya.

Hanya kepada hujan aku dapat menitipkannya...
seutas pesan tanpa tanda,
sebait puisi tanpa suara,
sederet kata tanpa bersua.

Hujan selalu bersenandung
di sudut mata seorang perempuan
yang hanya mampu menatap hujan
kemudian menikmatinya sendirian....

Bersamaan dengan itu,
lagu Demis Roussos pun diputar...


Rain and tears are the same
but in the sun you've got to play the game
when you cry in winter time
you can pretend
it's nothing but the rain....


Hebatnya hujan adalah...
dia mampu menyamarkan tangis
setiap harinya...