Perahu itu sederhana.
Rakitan perahu itupun hanya dari kayu-kayu tua, namun tetap kokoh menopang beban di atasnya.
Dayungnya pun dari potongan ranting kecil, namun tetap kuat menerjang arusnya.
Tapi entah kenapa menemukan kenyamanan di dalamnya. Aku bahagia berada di sana. Kebahagiaan yang sebenarnya adalah ketika Aku tetap menjadi AKU....ya, aku tetap menjadi DIRIKU.
Aku memilihmu sebagai perahu, sebab denganmu aku merasakan ketulusan dari setiap sikap yang kamu berikan.
Aku memilihmu sebagai perahu, sebab denganmu aku yakin akan tujuan yang akan dirajut bersama.
Aku memilihmu sebagai perahu, sebab denganmu aku dapat merasakan makna dari setiap senja yang tampak dari ujung barat sana.
Namun kenyataannya...
Perahumu tak kuat untuk menampungku.
Badai besar di lautan lepas seakan tak mengijinkanku untuk terus berada dalam perahumu.
Ombak besar seakan mengisyaratkanku untuk terjun dari situ... perahumu.
Perahu yang harus kutinggalkan, bukan berarti aku tak mau ataupun tak ingin.
Aku hanya ingin perahu tetap berlayar.
Aku hanya ingin perahu selamat sampai tujuannya.
Aku hanya ingin perahu stabil di atas goncangan ombak yang tidak dapat diprediksi ketinggiannya.
Ijinkan aku untuk pergi dari perahu...
bukan berarti aku benci.
aku memilih pergi, karena aku tahu kebahagiaan dariku ternyata tak mampu membuat perahumu tetap berlayar dengan tenang.
aku menghindar karena semakin aku mendekat, justru membuat kapalmu karam di lautan lepas.
Aku tau, aku tak pandai berenang.
Pun ketika aku memilih terjun ke lautan lepas, suatu saat keterampilan berenangku akan terasah dengan sendirinya.
Hai perahu sederhana...
Anganku tentang perahu akan selalu sama.
Rasaku tentang perahu itu juga akan selalu sama.
Meski aku memilih untuk berlayar sendiri, tetapi dari jauh akan selalu kupastikan perahu itu selalu kuat berlayar sampai tujuannya.
Entah bagaimana akhirnya, semoga perahu dan aku dapat berlabuh ditempat yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar