Rabu, 31 Januari 2018

DIAM (dalam) DIAM

Diam...
Tanpa sepatah katapun terucap.
Tanpa ada suara yang kudengar.

Sekali lagi aku mengerti arti DIAM
Sekali lagi aku memahami arti DIAM
Meski terkadang ada yang membisikiku sesuatu "Kamu hanya kegedean rasa" atau "Kamu hanya terlalu PEDE dengan pemahamanmu"
Tetapi hati selalu menepis semua bisikan itu

Sekali lagi aku hanya ingin dengar.
Sekali saja.
Tidak hanya diam.
Tetapi kapan? 
Sedangkan waktu terus berjalan. 
Dan aku tak tau sampai kapan.

Selasa, 23 Januari 2018

Terimakasih untuk tetap Mengingatnya

Terimakasih hari ini karena kau telah mengingatnya...
Mengingat hal paling berkesan dalam hidupku, yang entah suatu saat nanti akan kujumpai kembali atau tidak.
Entah ini masalah rasaku yang terlalu berlebihan atau harapku yang masih melambung tinggi
Namun...
Hari ini aku sangat berterimakasih karena kamu kembali mengingatnya
Menghadirkan kembali hal itu ke dunia nyataku
Dunia nyata namun tetap menjadi khayalan tinggi untukku


Terimakasih untuk waktu yang kau sempatkan...
Meskipun diam, tapi aku paham
Meskipun getir, tapi kau selalu hadir
Sebagaimana tak ada raga, tapi aku selalu merasa ada...


Terimakasih...
Sekali lagi terimakasih...
Sangat berterimakasih...

Senin, 22 Januari 2018

Sepotong Hujan Sore Itu

Sore itu aku berharap waktu berhenti disitu saja.
aku berharap dunia berhenti saat itu juga.
ketika gerimis kecil menyapu kota Jogja dengan syahdunya.
Gerimis yang membawa kesegaran sekaligus berbagai kenangan.

Sore itu ketika tanah kota Jogja mulai basah,
senyumku kembali merekah,
senyum yang indah,
tanpa sedikitpun kata yang kulontarkan namun kamu paham artinya.
Bahkan mungkin tanpa tersenyum pun, kamu memahaminya.
Ah...sesederhana itu.

Sederhana sekali. Sangat sederhana.
Nyaris tak ada mewah-mewahnya sama sekali.
Tetapi entah kenapa bagiku selalu istimewa.

Sepotong hujan yang mengguyur kota Jogja sore itu seakan mengisyaratkan berbagai rasa
Banyak sekali rasa. Tapi terangkum dalam satu makna yang hanya aku yang memahaminya.
Mungkin aku terkesan egois untuk mengatakan bahwa hanya aku yang memahaminya
tetapi...
kalau kamu ingin tau, tengoklah sepotong hujan sore itu.

Semoga pesan yang disampaikannya selalu dapat kau pahami.

Rabu, 17 Januari 2018

PERAMU ASA

Asa dibangun dari sebuah kemauan.
Asa dibangun dari sebuah keyakinan.
Asa dibangun dari sebuah kesempatan.

Aku bersama kemauan dan keyakinanku berdiri tegak membangun sebuah ASA.
Tapi kesempatan? Sayangnya kesempatan belum berpihak padaku dan asaku.
Kesempatan itu sayangnya belum muncul di hadapanku.
Tapi bolehkah terus kubangun asa itu? Sembari menunggu kesempatan itu hadir?

Sering aku menyalahkan waktu. Kenapa kesempatan tidak berpihak dengan asa yang kubangun itu? Kenapa kesempatan hanya hadir untuk asa-asa yang lainnya? 


ASA....
hanya bisa meramumu kemudian kunikmati sendiri...

Selasa, 16 Januari 2018

PERAHU

Perahu itu sederhana.
Rakitan perahu itupun hanya dari kayu-kayu tua, namun tetap kokoh menopang beban di atasnya.
Dayungnya pun dari potongan ranting kecil, namun tetap kuat menerjang arusnya.
Tapi entah kenapa menemukan kenyamanan di dalamnya. Aku bahagia berada di sana. Kebahagiaan yang sebenarnya adalah ketika Aku tetap menjadi AKU....ya, aku tetap menjadi DIRIKU.


Aku memilihmu sebagai perahu, sebab denganmu aku merasakan kenyamanan dan ketenangan.
Aku memilihmu sebagai perahu, sebab denganmu aku merasakan ketulusan dari setiap sikap yang kamu berikan.
Aku memilihmu sebagai perahu, sebab denganmu aku yakin akan tujuan yang akan dirajut bersama.
Aku memilihmu sebagai perahu, sebab denganmu aku dapat merasakan makna dari setiap senja yang tampak dari ujung barat sana.

Namun kenyataannya...
Perahumu tak kuat untuk menampungku.
Badai besar di lautan lepas seakan tak mengijinkanku untuk terus berada dalam perahumu.
Ombak besar seakan mengisyaratkanku untuk terjun dari situ... perahumu.


Perahu yang harus kutinggalkan, bukan berarti aku tak mau ataupun tak ingin.
Aku hanya ingin perahu tetap berlayar.
Aku hanya ingin perahu selamat sampai tujuannya.
Aku hanya ingin perahu stabil di atas goncangan ombak yang tidak dapat diprediksi ketinggiannya.


Ijinkan aku untuk pergi dari perahu...
bukan berarti aku benci.
aku memilih pergi, karena aku tahu kebahagiaan dariku ternyata tak mampu membuat perahumu tetap berlayar dengan tenang.
aku menghindar karena semakin aku mendekat, justru membuat kapalmu karam di lautan lepas.


Aku tau, aku tak pandai berenang.
Pun ketika aku memilih terjun ke lautan lepas, suatu saat keterampilan berenangku akan terasah dengan sendirinya.


Hai perahu sederhana...
Anganku tentang perahu akan selalu sama.
Rasaku tentang perahu itu juga akan selalu sama.
Meski aku memilih untuk berlayar sendiri, tetapi dari jauh akan selalu kupastikan perahu itu selalu kuat berlayar sampai tujuannya.
Entah bagaimana akhirnya, semoga perahu dan aku dapat berlabuh ditempat yang sama.