Kamis, 08 Maret 2012

Campus#1: Trying to Learn From Nature

"Jangan pernah mempermasalahkan masalah, belajar menerima itu lebih baik"
(Kebun Biologi, 8 Maret 2012)


          Bermula dari praktikum Ilmu Lingkungan semester 4 yang nggak dapet ruangan, entah karena kita yang telat pesen ruang atau emang ruangnya bener-bener penuh, intinya nggak dapet ruangan buat praktikum. Akhirnya kami anak-anak International Biology Education 2010 diajak oleh dosen kami (bapak IGP Suryadharma) ke kebun Biologi FMIPA yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Jakarta kalau naik pesawat! Hahahahha... waktu itu saya pikir bakalan ada pengamatan atau semacam observasi di kebun tersebut tapi ternyata SALAH BESAR!!! Kami diajak kesana karena ruang kuliahnya diganti disana, jadi intinya kami seumur 1 semester bakalan kuliah di kebun tersebut yang notabene di dominasi oleh nyamuk-nyamuk kelaparan. Aneh memang, tapi ternyata SERUUUUUU!!! Dengan dikasih ornamen papan tulis dan tempat duduk, dan bimsalabiiiimmmmmm.... kini kebun Biologi tersebut menjadi tempat kuliah outdoor yang nyenengin! Nggak bosen kalau ada mata kuliah ini terlebih dosennya yang jago banget kalo urusan filsafah hidup, setiap yang beliau katakan benar-benar menyayat hati dan menohok jantung serta mengubleg-ubleg perasaan (halah...apasih? :D).
Kuliah Outdoor yang Menyenangkan....
Intinya itu... 
Belajar nggak melulu harus diruang kelas yang ber-AC, tempat duduk nyaman, fasilitas lengkap, sarana IT yang woooww, atau embel-embel yang sering diagung-agungkan oleh sekolah/ universitas lain. Namun belajar tenyata juga bisa ditempat yang tidak terduga sebelumnya. Belajar juga tidak hanya harus melulu apa yang diajarkan dosen/guru tapi belajar juga bisa dari lingkungan, fenomena alam, bahkan dari masalah yang ada atau sedang kita alami. Yang pasti... ubah mindset kita sekarang yang dulunya mungkin selalu mempermasalahkan masalah yang
Sharing Dosen-Mahasiswa
sedang kita alami, yang terkadang terpuruk oleh keadaan ruang dan waktu. Tapi mulailah belajar menghadapi masalah, mengatasi masalah tersebut dan bukan menyalahkan keadaan. Termasuk keadaan yang nggak dapet ruang kuliah ini hahahhahaa... Rasanya bagus juga nih kalau kelas biologi di sekolah-sekolah terutama di Jogjakarta diubah kayak gini, jadi lebih menyatu dengan alam. Kira-kira seperti inilah ruang kuliah outdoor kami, diambil dengan kamera LG-GW305 jadi maaf aja kalo gambarnya kurang mantap. Let's CEKIDOT!!! ^,^

Diskusi Jadi Lebih Seru...
Kesempatan Narsis Jadi Lebih Mudah!

Senyum 5 Jari...!!!!

Ada Pertanyaan???


*kalau kuliah di alam terutama di Kebon Biologi, jangan lupa bawa AUTAN! Bahaya nyamuk mengancam darah anda... ^,^v

Senin, 06 Februari 2012

Journey #6: TIDUNG Tralala...Dubidubidam...Dam...Dam

“Terimakasih Jakarta...”
(Minggu-Senin, 22-23 Januari 2012)

Minggu pagi sebagai minggu pertama di Kalideres tepatnya dirumah saudaranya Rista diisi dengan agenda jalan-jalan menuju pasar pagi, hunting bubur ayam! Seru dan menyenangkan, keadaannya nggak jauh beda sama Sunday Morning di UGM tiap hari Minggu (namanya juga Sunday jelas hari Minggu, kalau Monday tuh baru hari Rabu *loh??). Siangnya kami isi dengan jalan-jalan ke Tangerang, kerumah saudaranya Rista yang lain dan mampir ke pasar buat belanja lebih tepatnya si Rista yang shopping! Aku sih enggak soalnya bentol-bentol ditangan semakin merajalela, haduuhh...beneran nyiksa banget tuh bentol-bentol. Yang jadi pertanyaan: hubungan shopping  sama bentol itu apa ya? NGGAK ADA!!! Intinya serba salah gue, kalau digaruk nanti bentolnya nambah tapi kalau nggak digaruk malah gemes sendiri nahan gatel! Wawawwawa...saat itu Cuma bisa berharap Senin cepatlah datang dan cepatlah bawa aku kembali ke Jogja biar bentolnya cepet ilang. Pulang belanja bukannya seneng tapi Rista malah masuk angin! Tidur mulu dia dan aku?? Mainan HP hahahha nggak bisa tidur akhirnya SMS-an aja sama si Isma, Udin, Jarot, dan Pras. Malam harinya suara petasan dan kembang api terdengar dimana-mana, maklum saat itu pas bertepatan dengan hari Imlek dan kebetulan juga rumahnya saudaranya Rista deketan sama kompleksnya orang Cina. Tapi mau nggak mau tetep harus tidur, nggak sabar menunggu hari Senin datang dan pulang...
Nggak terasa udah hari Senin aja, horeeee!!! Hari itu aku sama Rista nggak kemana-mana soalnya Rista masih sakit dan kebetulan aku juga lagi nggak pengen kemana-mana. Di hari terakhir di Jakarta kerjaan gue tidur-nonton tv-makan-tidur-nonton tv-tidur-makan-tidur lagi, hahahahha...parah banget aku! Lha soalnya bingung juga mau ngapain yaudah deh...hiburannya Cuma tidur sama nonton TV. Tiba-tiba udah jam 2 siang, wah siap –siap packing baju! Soalnya kami janjian sama Isma dan Udin di stasiun jam 6 sore. Hmmm...kebetulan waktu itu aku sama Rista dianterin ke stasiun sama saudaranya Rista dengan naik mobil (lumayan ngirit duit hehe). Wajar aja lah, Rista keadaannya udah pucat kayak gitu dan muntah-muntah terus dari kemaren. Nggak lucu kan kalau ntar naik busway si Rista mabok? Apa kata supir busway-nya? (senggol Rista). Jam 6 kurang kami berdua sampai di stasiun senen, celingukan cari Isma sama Udin yang ternyata masih di jalan, okelah kami menunggu tapi nggak lama mereka muncul. Walaupun kereta berangkatnya masih jam setengah 9 malam tapi kami langsung masuk ke peron stasiun, menunggu kereta datang ditempat yang sama ketika kami pertama kali sampai di Jakarta 6 hari yang lalu dan posisinya pun sama yaitu menggembel ria! Nggembel di peron sambil ngobrol bareng membuat waktu menunggu kami menjadi nggak terlalu lama, tiba-tiba aja udah jam setengah 9 dan kereta yang membawa kami menuju lempuyangan Yogyakarta menampakkan dirinya sebagai kereta (ya iyalah kereta, masa’ bajaj? Kaget gue kalau misalnya bajaj yang muncul). Detik terakhir sebelum meninggalkan Jakarta saat kaki mulai melangkah masuk ke kereta Progo yang akan membawa kami pulang adalah terima kasih. Terimakasih untuk Jakarta dan untuk semua kenangan tingkat tinggi selama seminggu disana. Pelan namun pasti kereta mulai melaju, suara peluit mengantarkan kami pergi menjauh dari jakarta sebagai kota sejuta kenangan dan kejutan, termasuk kenangan bentol-bentol di tangan saya. Malam semakin larut seiring dengan larutnya kenangan dalam ingatan kami semua tentang Jakarta, tentang Tidung dan keindahannya! Tak terasa mentari muncul dan stasiun tujuan nampak di depan mata. Papan besar bertuliskan LEMPUYANGAN menyegarkan kembali rasa capek selama di kereta hampir semalaman. JOGJA, AKU KEMBALI.....!!! :D


SPECIAL THANKS TO:
TIDUNG DALAM CERITA
Kelima rekan tergokil (Rista Wahyu Mahanani, Isma Dwi Kurniawan, Mauludin Majid, Prasetyo Anggun Pribadi, Jarot Dwi Handoko), bapak masinis yang senantiasa mengantarkan kami hingga selamat sampai tujuan, bapak sopir busway, bapak sopir angkot baik yang ugal-ugalan maupun yang enggak, bapak pengemudi kapal, bapak-bapak dan ibu-ibu yang ada di Tidung, nyamuk-nyamuk nakal di Jakarta yang mengajarkan kami arti berbagi (gubrrraaakkk), bapak polisi yang menyediakan basecamp gratis buat kami, keluarganya Isma di Condet yang udah direpotkan oleh kami semua, keluarganya Rista di Kalideres yang sangat baik sekali, dan tak lupa juga buat mas-mas penjual ENEGREN yang sukses bikin ketawa ngakak di kereta! Thanks all, thanks for all memories while in Jakarta. Always wait for the next journey!!! \(^^)/

*Sampai di rumah baru benar-benar nyadar kalau KULIT SAYA BELANG!!! Terimakasih untuk bentol di tangan saya (nangis di pojokan) 

Journey #5: TIDUNG Tralala...Dubidubidam...Dam...Dam

“Kalideres adalah persinggahan terakhir selama di Jakarta”
(Sabtu, 21 Januari 2012)

Tidur nyenyak dirumah ibunya Isma benar-benar mengembalikan semangat kami semua, gimana enggak? Tidurnya nyenyak bangeeettt sampai nggak kerasa kalau udah pagi. Hari itu kami udah ada rencana buat muter-muter Jakarta, tujuan kami ke Monas dan kota tua. Hmmm...jadi ceritanya backpacker nyasar ke kota kala itu! Hahahaha...
Setelah sarapan, kami langsung capcus berangkat dan khusus aku, Rista, Pras, dan Jarot sekaligus pamit sama ibunya Isma. Kenapa pamit? Soalnya nantinya kami berempat nggak nginep lagi dirumah ibunya Isma; aku sama Rista nantinya bakalan nginep dirumah saudaranya Rista di daerah Kalideres, si Jarot pulang kampung ke Pandeglang Banten, dan Pras pulang kampung ke Bekasi. Sedangkan si Udin...ya tetep balik lagi ke rumah ibunya Isma, nemenin si Isma yang kala itu masih galau berkelanjutan. Hahhaahha... :D
Perjalanan dimulai dengan naik angkot menuju shelter busway, lalu naik busway, lalu jalan kaki yang lumayan lama menuju Monas, horeeee!!! Berhubung weekend jadi suasana Monas saat itu lumayan rame, tapi nggak menyurutkan semangat kami berenam untuk berpetualang di hari itu! Tetep semangat mas mbak...!!! Sampai di Monas kami memulainya dengan sesi pemotretan seperti biasa, dengan arahan sang master Udin dan fotografer handal Isma juga conceptografernya si Jarot, lighting si Pras, dengan model si Luna Maya alias Rista, sedangkan saya yang bengong liatin tingkah polahnya si Rista! Puas dengan sesi pemotretan kami mulai berjalan menuju Monas dengan bantuan kereta kencana versi Jakarta yang membawa kami kesana tapi bunyinya nggak gojess...gojess... (apadeeehh??) dan sampailah kami disana! Beli tiket seharga 1000 rupiah per-orang dan kami pun masuk ke gedung yang bentuknya kayak tugu Jogja tapi lebih tinggi. Melihat-lihat, berfoto-foto, ngikutin mbak-mbak cantik, ngikutin anak-anak TK yang lagi main disana, dan akhirnya ketemu sejoli yang sedang dimabuk asmara. Yaaa... aku sama Rista ketemu sama seorang bapak dan ibu kebetulan lagi duduk disamping kami, ngajak ngobrol bareng dan beliau menceritakan romantisme mereka berdua hahahaha... berasa kayak sesi curhat pokoknya! Dan ternyata baru ketahuan kalau mereka ini ternyata pacaran dan bukan suami-istri. Wah..wah..ternyata pacaran nggak Cuma milik yang muda aja, yang tua pun nggak mau kalah! Hahahhaha...
Udah adzan dzuhur tuh! Kami pun memutuskan untuk sholat di Istiqlal, ke Istiqlal untuk yang kedua kalinya bareng mereka. Suasana yang dirasakan ketika berkunjung ke masjid itu adalah takjub melihat arsitektur bangunannya yang sangat Subhanallah, jadi nggak pengen pergi dari situ! Tapi mau gimana lagi, kami harus melanjutkan perjalanan ke kota tua! 
Naik busway menuju kota tua yang ternyata ramai sekali di sana, sampai disana baru kerasa kalau perut mulai berkeroncong ria versi campur sari dengan iringan musik jazz (nah looo...bayangin aja bunyinya gimana, kalau gue sih ogah buat ngebayangin). Akhirnya kami putuskan buat makan siang dulu, soto ayam menjadi sasaran makan siang kami dan...nyam-nyam-nyam KENYANG! Rasanya kurang mantap sih tapi yang penting kenyang dan menghentikan suara bising di perut saya. Tapi rasanya ada yang kurang nih, kurang buah! Yak...kami berenam kebetulan sedang ngiler buah segar waktu itu, maklum aja sih udah beberapa hari nggak makan buah rasanya kayak orang lagi ngidam. Muter-muter nyari buah segar dan....nggak nemu! Satu pun nggak ada yang jualan buah segar disitu, kalau jualan rujak sih banyak tapi yang kami butuhkan Cuma 1, yaitu BUAH SEGAR tapi yang didapatkan adalah capek! Duduk di depan gedung kota tua, dan tertariklah kami untuk beli es potong! Hahahaha...makan es potong bareng-bareng mirip anak SD tapi makan es potong tetep aja nggak bisa gantiin rasa ngilernya sama buah segar! Dan akhirnya Pras dan Jarot memutuskan untuk mencari sang penjual buah segar, boleh dikatakan mereka berdua adalah pejuang buah segar. Kalau dijadiin dongeng kayaknya lucu tuh, 2 pejuang buah segar menggelar sayembara barangsiapa yang menjual buah segar jika itu perempuan maka akan dijadikan ibu-ibu buah segar dan jika laki-laki akan dijadikan bapak buah segar (yakin 100% nggak ada yang mau jualan, imbalannya nggak mutu gitu). Sembari sang pejuang buah segar memperjuangkan buah segar, kami berempat nggembel di pelataran kota tua. Hunting foto dan hunting makanan sekaligus hunting manusia, kali aja ada artis lewat kan lumayan bisa foto bareng trus diupload di FB/twitter trus di share ke temen-temen trus temen-temen bilang gini “iiihh...kok bisa sih? Aku pengeeeennnn” trus dengan tersenyum bangga ngomong gini “siapa dulu dong...” dan ini adalah ciri manusia ALAY stadium akut!!! Kenapa alay? Iyalah alay...mending kalau artisnya cakep semisal Dimas Anggara atau Rio Dewanto, nah kalau Jojon atau Bolot yang kebetulan kesitu gimana? Tetep mau foto bareng? Yang ada ntar kalao foto bareng, komentar temen-temen bakalan nyelekit alias sakit banget, “hah...bapakmu operasi plastik ya?”. Khusus Rio Dewanto...saya nggak nolak buat foto bareng (woooo...sesi curhat). Menunggu ternyata membosankan tapi pejuang buah segar ternyata pulang dengan membawa hasil yang memuaskan, buah segar dataaaanggg!!! Horeeee...makan buah segar pas sore-sore emang asik dan asal kalian tau aja nih...ternyata untuk dapetin buah segar itu aja (yang mungkin sangat mudah ditemukan di Jogja), mereka harus jalan jauuuuuuuhhh keluar dari kawasan kota tua! Mampus gilaaaaa...tapi salut dengan perjuangan mereka berdua dan sebagai tanda penghormatan, kami nobatkan si Pras dan Jarot sebagai PEJUANG BUAH SEGAR. :D
Foto Iseng :D
Keasyikan muter-muter kota tua sampai nggak nyadar kalau hari udah mulai sore dan kami harus pulang menaiki busway menuju shelter busway HARMONI. Hmm...disinilah perpisahan mulai terjadi. Kami berpencar menuju tujuan masing-masing. Pras naik busway utnuk menuju ke kampung halamannya, Isma dan Udin naik busway untuk menuju ke rumah ibunya Isma kembali, sedangkan aku, Rista, dan Jarot sama-sama menuju ke kalideres walaupun nantinya di kalideres aku sama Rista harus pisah juga dengan Jarot. Baru berapa menit nggak ketemu mereka berempat kok udah kangen ya...kangen gila-gilaan bareng, ketawa bareng, makan bareng, foto bareng, semuanya yang bareng-bareng! Terlalu lucu buat dilupain gitu aja, tapi nggak papa...besok senin ketemu lagi sama Isma dan Udin di stasiun untuk pulang bareng ke Jogja.
Malam itu Kalideres adalah tempat persinggahan aku dan Rista yang terakhir selama di Jakarta sampai hari senin nanti...
*foto diambil dengan kamera HP LG GW-300 (maaf kurang memuaskan hasilnya)


Journey #4: TIDUNG Tralala...Dubidubidam...Dam...Dam

“Politik monopoli uang di malam hari?”
(Jum’at, 20 Januari 2012)

Pagi hari yang menjadi hari terakhir di Tidung, rasanya berat banget kalau harus ninggalin pulau sejuta kenangan ini termasuk kenangan bersama nasi asin air laut yang nggak bakalan didapetin lagi kalau udah nyampe Jakarta. Di sisi lain juga merasakan bahagia, bahagia karena akhirnya pulang ke Jakarta!!! Horeeeee.... :D
TIKET KAPAL PULANG
 Sebelum pulang, kami harus bongkar-bongkar tenda dulu sekaligus bersih-bersih basecamp gratisan (POLSEK) yang kebetulan seharian kemaren dititipin ke kita berenam. Usai bersih-bersih basecamp, peralatan, dan bersih-bersih diri kini saatnya sarapan. Makan seadanya bersama jagung rebus sisa semalam, lumayan lah buat mengganjal perut. Saat itu kami pulang nggak naik kapal Kerapu lagi melainkan naik kapal Bisma, karena saat itu kami mengejar waktu sholat jum’at sehingga direncanakan sampai Jakarta sebelum jam 12. Fine...kini saatnya kami benar-benar harus meninggalkan pulau Tidung dengan jembatan keberaniannya (lirik ke Isma). Walaupun tiketnya agak mahal dari tiket sebelumnya waktu naik kapal Kerapu dan kapalnya juga lebih lambat dari kapal Kerapu, namun kami tetap menikmati perjalanan pulang kami. 
TEROMBANG-AMBING DI TENGAH LAUT
Duduk di sisi luar sebelah atas kapal sambil melihat pemandangan laut yang luarrrr biasa indahnya ternyata mengasyikan, ditambah semilir angin laut yang seakan me-ninabobok-an kami, bikin ngantuk! Kapal itu secara perlahan namun pasti membawa kami menjauh dari pulau Tidung, jembatan yang kami namakan jembatan keberanian itu juga semakin lama semakin mengecil hingga tak terlihat lagi. Kini kami benar-benar berada di tengah laut yang jauh dari pulau Tidung maupun pulau Jawa, walaupun selama perjalanan kami juga melihat pulau-pulau kecil yang menjadi bagian dari kepulauan seribu. Hingga akhirnya terlihatlah bangunan-bangunan besar di depan mata kami, ya...kami mulai melihat penampakan dari pulau Jawa terutama Jakarta. Terlihat dengan banyaknya gedung-gedung pencakar langitnya dan bangunan yang waaahh, sangat berbeda dengan Tidung yang lebih banyak menyuguhkan pemandangan hijau yang tentunya tidak didapatkan di kota batavia. Haduh...sediiihhh!!! Kini kami benar-benar sampai di Muara Angke tepatnya di pelabuhan lama, bau ikan itu mulai tercium lagi lebih tepatnya bau khas Muara Angke. Hmmm....luar binasaaaa!!! Sesampainya di Muara Angke kami kemudian naik angkot, angkot yang kami tumpangi itu sopirnya kereeenn banget. Main salip sana-sini udah kayak Donitata, mungkin aja kalau bapak sopirnya agak mudaan dikit udah jadi pembalap tuh! Hahahhaa... setelah bersalip-salip ria bersama angkot, kami kemudian naik busway menuju masjid Istiqlal.
Berhubung waktu itu udah hampir jam sholat jum’at dimulai jadi kami memutuskan untuk sholat disana sekaligus mampir istirahat. Sambil nungguin kaum adam sholat Jum’at, aku sama Rista menggembel di depan masjid tepatnya pelataran. Ngapain? Jawabannya nungguin barang, berasa aneh banget waktu itu soalnya tiap ada orang lewat langsung ngeliatinnya dari atas ke bawah trus ke atas lagi. Mungkin orang-orang yang lewat itu memastikan bahwa kami menapak ke tanah jadi mereka yakin kalau kami itu bukan makhluk jadi-jadian (sekali lagi kalau Rista baca ini pasti bawelnya kumat trus ada pesan masuk di HP saya tertanda RISTA). 
Nggembel didepan ISTIQLAL...
Terlebih kami berenam dikirain orang yang mau demo lantaran jaket kami sama (baca: jaket kelas warna item). Selesai sholat Jum’at baru terasa laparnya, akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat makan dan kami memilih makan ketoprak di depan Istiqlal ditemani es cendol. Seruu...lucuuu...dan kenyang!
Setelah kenyang kami lanjutkan perjalanan, awalnya sih pengen mampir ke Monas waktu itu tapi kondisi kami berenam terlalu capek juga hingga kami putuskan saja untuk mampir sekalian singgah semalam di rumah ibunya Isma di daerah Condet dengan menaiki angkot nomer berapaaa...lupa! Sesampainya si rumah Isma terjadi pertemuan yang sangat emosional, pertemuan ibu dan anak benar-benar sangat emosional antara Isma dengan ibunya (kalau dilihat jadi keinget sama program acara transTV termehek-mehek, untung nggak terseok-seok, atau tersedu-sedu hush apaan sih! Serius nih...). Usai melihat Isma berkangen-kangen ria dengan sang ibu, kami berenam masuk ke rumahnya Isma dan disambut dengan suaminya ibunya Isma. Kami mulai berbincang dengan beliau, logatnya campur-campur agak Arab gitu dan ternyata beliau ini guru di Arab sana (kereeeennn... >,<). Tapi jujur, aku benar-benar ora mudeng sama yang beliau katakan ini soalnya campur bahasa Arab. Tau sendiri lah dulu pas SMA pelajaran paling jeblok adalah bahasa Arab, dan sampai 3 tahun berkutat dengan bahasa timur tengah tetep aja nggak ngerti paling banter yang gue tau itu LA=tidak, NA’AM=iya, dan KHAIR=baik (kemampuan dibawah rata-rata -.-a). Oke...cukup sudah menjelek-jelekan kemampuan bahasa Arab saya, kita lanjut ke cerita di rumah Isma. Setelah ngobrol banyak, ibunya Isma menyuruh kami berenam makan makanan yang ternyata sudah disediakan untuk kami. Hal pertama ketika menyantap makanan di rumah Isma adalah Akhirnya makan nasi yang sesungguhnya... gimana enggak? 2 hari berturut-turut makanannya campuran air laut semua dan saat itu akhirnya ketemu nasi yang benar-benar nasi –nasi yang nggak asin. Hehee... :D
Perut kenyang dan selanjutnya adalah mandi,  merasakan mandi yang sesungguhnya mandi! Nggak pake air asin lagi dan tentunya nggak bau! Horeeee...!!! Akhirnya mandi juga, akhirnya seger juga, dan akhirnya bersih juga. Alhamdulillah banget lah pokoknya. Tapi tapi tapi kenapa ini? Tanganku bentol semuaaaaaa.... wawwawawawawawa... kata Rista aku alergi udara, tapi kenapa pas di Jakartanya? Kenapa justru di Jakartanya , bukan di Tidung? Bentol kecil-kecil dan gatal tapi semakin digaruk bentolnya semakin banyak! Paraaaahhh...aku alergi kota Jakartaaaaa!!! Ooooo...tiiidddaaaakkk! :O
Makan udah, mandi udah, seger udah, bentol-bentol udah (loh???) saatnya...ngumpul bareng sekalian itung-itungan duit, menghitung duit yang udah dikeluarin selama beberapa hari yang lalu dari mulai berangkat sampai saat itu dirumahnya Isma. Itung-itungan duit jadi kayak mainan monopoli, hahhaha...semuanya pegang duit trus ntar duit kumpulin sesuai pengeluaran dan dibalikin ke pemilik asal! Seru lah pokoknya, dan aku namakan itu sebagai Politik Monopoli Uang. Ternyata eh...ternyata pengeluaran kita selama beberapa hari itu berkisar 250 ribuan aja looo! Nggak percaya, mari kita liat rekapannya dibawah ini:

Iuran perlengkapan                            : Rp 40.000,00
Beli tiket kereta PP                            : Rp 70.000,00
Naik Busway  Rp 3.500,00 x 3         : Rp 10.500,00
Naik angkot Rp 2000,00 x 3            : Rp   6.000,00
Sewa alat snorkling                           : Rp 35.000,00
Tiket naik kapal Kerapu PP              : Rp 63.000,00
Lain-lain                                           : Rp 15.000,00 (fleksibel)
TOTAL                                           : Rp 239.500,00

Murah dan asik...oiya yang lain-lain itu sifatnya menyesuaikan kantong anda sendiri-sendiri, kayaknya sih total semua pengeluaran segitu (nggak tau deh kalau ada yang keselip atau kelewatan). Dan monopoli uang malam itu menutup hari Jum’at dengan begitu indah tak terkecuali dengan indahnya tidur kami semua... ^^
*sekali lagi maaf hasil jepretan kurang maksimal tapi cukup lah buat dokumentasi with LG GW-300

Selasa, 31 Januari 2012

Snapshoot #9: LEVITASI Flying Without Wings

"Pengen deh foto melayang kayak Superman..."
(Selasa, 31 Januari 2012)

Levitasi merupakan teknik fotografi yang membuat sesuatu/seseorang memiliki kesan seolah-olah melayang tanpa menggunakan alat bantu, kayak karya kerennya Natsumi Hayashi (salah satu fotografer terkenal di Jepang karena karya levitasinya. Seperti karya dibawah ini yang kebetulan hasil copy-paste dari blognya...





Pertama kali liat foto-foto ini tak kirain pake teknik khusus atau alat bantu tapi ternyata TIDAK! Caranya cukup simple kok, kayak yang gue lansir dari http://macaronimia.com
Tips membuat foto levitasi tanpa editing:
  • Fotografi levitasi berbeda dengan Jump Shot. Levitasi harus memperlihatkan model yang seakan melayang alami tanpa terlalu banyak ekspresi wajah.
  • Foto levitasi tanpa editing dapat  dilakukan dengan kamera professional (DSLR) maupun kamera biasa (kamera ponsel, pocket cam)
  • Foto levitasi dengan kamera DSLR, bisa memanfaatkan Burst Mode (Continuous Shooting). Dengan sekali menekan tombol shutter, langsung menghasilkan beberapa jepretan sekaligus. Foto-foto hasil jepretan dengan Burst Mode dari kamera DSLR dapat dipilih mana yang paling pas mendapatkan moment “melayang”
  • Foto levitasi dapat dilakukan dengan kamera non-professional, namun lebih tricky karena mengandalkan ketepatan menekan tombol rana saat model melompat.
  • Pastikan cahaya cukup, agar bayangan terbentuk sehingga efek model sedang melayang lebih terlihat.
  • Gunakan shutter speed tinggi untuk menangkap model yg melayang dengan lebih fokus (freeze motion). Cahaya yang cukup sangat berperan untuk mendapatkan shutter speed tinggi.
  • Gunakan low angle, agar model terlihat tinggi melayang.
Simple kan? (walaupun saya masih banyak gagal juga dalam berlevitasi ria), secara dalam hal levitasi itu modelnya wajib kudu bin fardlu bisa memperlihatkan ekspresi wajah se-alami mungkin sehingga nggak terkesan dibuat-buat jadi hasilnya juga tampak lebih natural. Tunggu next posting LEVITASI dari saya ya....

Senin, 30 Januari 2012

Journey #3: TIDUNG Tralala...Dubidubidam...Dam...Dam

“Mulai sekarang jembatan ini kita namakan...Jembatan Keberanian”
(Kamis, 19 Januari 2012)

Pagi hari sekaligus menjadi hari kedua di pulau Tidung ternyata dingin banget, anginnya semilir bikin merinding kalau kelamaan duduk di luar. Tapi tetep harus bangun soalnya harus menjalankan kebutuhan kita sebagai umat muslim yang taat, sholat shubuh. Usai sholat shubuh perut kami mulai berdangdutan, godzilla di perut juga mulai berontak meminta jatah makanan maka kami putuskan pagi itu untuk memasak. Hmmm...masak mie campur sawi plus jagung manis bakalan jadi menu sarapan kita pagi itu, agak aneh memang tapi rasanya luar biasa banget apalagi menyantapnya di pinggir pantai. Melihat pemandangan indah pantai di sekitar pulau Tidung sambil sarapan bersama emang jadi moment paling berkesan kala itu, terlebih makanannya dicampur pake air laut (lagi). Nggak masalah makanannya apa atau gimana yang penting ngumpul dan tertawa dan tak lupa juga...mengabadikan setiap momentnya dalam jepretan kamera! 
This is it....Mie Jagung Manis Air Laut!!!
Sarapan di pinggir Pantai....
Berbagi Makanan :)
Cuci...Cuci...Cuci...
Rasanya itu yaa...kayak ngebelah langit berlapis-lapis, terbang bareng paus akrobatis menuju rasi bintang paliiiiiiinnnnggggg manisss (iklan G**DD*Y). Usai sarapan langsung cabut buat jalan-jalan ke Tidung kecil, melewati jembatan cinta untuk yang kedua kalinya. Tidung kecil yang nggak begitu jauh dari Tidung besar itu ternyata penghuninya yang berupa orang Cuma dikit tapi penghuninya yang berupa nyamuk alamaaaakkk...berjibun! Banyak banget....
Puas jalan-jalan ke Tidung kecil, kami memutuskan kembali ke basecamp buat persiapan snorkling, horeeeeee....snorkling (padahal nggak bisa renang, sok-sokan mau snorkling). Tapi kapan lagi bisa snorkling kayak gini kalau nggak di Tidung? Udah jauh-jauh kesana kalau nggak liat keindahan bawah lautnya itu....percuma! jadi kalau kesana wajib nyoba snorkling, liat-liat ikan warna-warni. Dan ternyata murah loh...Cuma 35 ribu aja kok dan itu sepuasnya, bandingin aja kalo ke Bali...50 ribu cuuuyyyy dan waktunya dibatasi! Okee...sebelum nyebur ke laut lebih asik kalau foto-foto dulu, tujuannya sama yaitu biar bisa dijadiin oleh-oleh temen-temen di Jogja ntar sekaligus manas-manasin mereka biar ngiri (jahat...jangan ditiru, don’t try this!). mulailah kami berenam melanglang buana ke tengah laut sambil liat-liat kehidupan di bawah sana...sumpaahh demi apapun itu indah banget!!! Rista aja nggak henti-hentinya teriak saking kagumnya, Isma dengan gaya renangnya yang kecipukan nggak karuan kakinya kemana-mana, Jarot yang udah TOP banget renangnya, Udin yang nyari-nyari ikan biru, Pras yang nemuin ular laut, dan aku...yang masih trauma kalau renang tanpa pelampung! Sediiihh tapi bahagia! Setelah puas ngasih makan ikan, akhirnya kami menyewa perahu nelayan yang kebetulan lagi ngganggur. Cukup membayar 20 ribu untuk dipake selama 2 jam, asik juga ternyata tapi mendayungnya kayaknya capek (pake kata ‘kayaknya’ soalnya yang mendayung si Isma jadi nggak tau deh rasanya kayak apaan) hahhahaa... Puas menyewa perahu, Jarot punya ide yang lebih gila lagi, “Ayo terjun dari jembatan cinta, kayaknya asik!”. Orang pertama yang menentang usulnya Jarot adalah Isma, awalnya mereka semua ragu tapi akhirnya mau juga setelah sekian lama dibujuk sama Jarot dan dijanjiin bakalan difoto, dan sayalah yang kebagian peran jadi fotografer dadakan soalnya saat itu nggak memungkinkan buat gue terjun yaudah deh...duduk manis aja sambil bawa kamera. Hahhahaa... Satu persatu dari mereka mulai terjun dari jembatan, dimulai dari Jarot dengan gagah beraninya terjun, diikuti oleh Pras yang juga keren banget terjunnya walaupun sebenarnya nahan sakit tapi nggak mau bilang, dan si Udin. Nah...pas si Udin terjun wajahnya pada awalnya datar banget saat nyampe ke bawah tapi lama-kelamaan mukanya berubah kesakitan sambil teriak kenceng banget “bokoooooonnnggggkuuuuuuuuuu....” wkwkwkkw... pantatnya kesakitan gara-gara salah posisi pas terjun, harusnya kaki duluan yang mendarat eeehhh... Udin malah bokongnya duluan yaudah deh...korban bokong! Pras yang ngeliat Udin kesakitan langsung ketawa bahagia, paling bahagia! Hahahhahaha...yang terjun selanjutnya adalah Rista yang barengan sama Jarot, tetap dengan ekspresi super histerisss!!! Dan sekarang...tinggalah Isma yang masih pegangan di tiang Jembatan dengan wajah ketakutan dan keraguan campur kegalauan antara mau lompat atau enggak! Kalau dilihat kayak orang mau bunuh diri, tiap udah mulai menghitung 1....2....3....sseeeetttt langsung pegangan tiang. Begitu terus sampe berjam-jam, yang paling capek itu aku pegangin kamera memantau dari bawah buat siap-siap njepret tapi nggak jadi-jadi lompat. Sampai-sampai tiap Isma pengen lompat selalu teriak “super sayaa empaaaattt...!!!”, nggak tau juga tuh artinya apaan mungkin semacam mantra yang didapet dari bertapa tiap hari di Gunung Kidul mungkin! Hahhahaa.. 10 minutes later... 50 minutes later.... Isma memutuskan untuk lompat dari batu yang tingginya Cuma setengah meter dan berhasil, horeeeee!!! Tapi pas kembali naik ke jembatan dan mulai lompat, endingnya nggak jadi lagi. Dan akhirnya Isma menyerah, nggak berani lompat. Dari situlah kami menobatkan jembatan itu sebagai sebuah jembatan keberanian. Hahahhaa... ^^,
Stelah bercapek-capek ria maen-maen di laut, kami kembali lagi ke basecamp! Bersih-bersih badan sekalian masak buat makan siang! Menu siang itu nasi air laut sama sarden, komentar tentang makanannya tetap sama yaitu ENAAAAKKK!!! Mantap lah pokoknyaa...soalnya laper sih! Setalah makan, anak-anak cowok memutuskan untuk tidur di depan polsek dibawah pohon rindang sedangkan aku sama Rista mencatat keuangan yang dikeluarkan selama perjalanan. Ngeliatin para anak cowok tidur beralaskan sleeping bag itu berasa kayak ngeliatin ikan asin di jemur! Wkwkwkwk...lucu sampai tiap ada orang lewat pada ngeliatin trus komentar. Disitu pula anak-anak cowok menjalankan sholat Ashar berjamaah, subhanallah banget yak! :D
Sholat Ashar Berjamaah...
Ikan Teri Dijemur (dari kanan ke kiri: Pras, Jarot, Isma, Udin)
Sore itu kami memutuskan untuk jalan-jalan lagi menuju ke arah jembatan tapi belok dikit buat liat sunset sambil terus gencar mengabadikannya di dalam bidikan kamera. 
Sunset Sore Itu :)
Sunset Dalam Genggaman
Tapi sebelum hari itu gelap, kami harus kembali ke basecamp dan mengangkut barang-barang kami keluar untuk mendirikan tenda, ya...malam itu kami berencana untuk tidur di tenda. Usai mendirikan tenda yang nggak lebih dari 10 menit, kami mulai memasak. Masakan malam ini adalah mie jagung manis campur sarden. Rencananya sih kita pengen bakar-bakar jagung, tapi nggak jadi soalnya takut ntar kurang. Rasanya nikmaaatttt bangeeeettt...tapi mulut capek buat ngunyah! Perut kenyang dan dilanjutkan tidur, merebahkan diri beristirahat untuk kepulangan kita besok kembali ke Jakarta...
*Semua jepretan diambil pake kamera HP LG-GW300 (sorry hasil kurang memuaskan) ^,^

Journey #2: TIDUNG Tralala...Dubidubidam...Dam...Dam

“Kami putuskan ke pulau TIDUNG!!!”
(Rabu, 18 Januari 2012)

Tiba juga di stasiun tujuan Pasar Senen, seneng sih...akhirnya nyampe juga setelah 10 jam terkurung di dalam gerbong berjalan (baca: kereta) tapi tapi tapi...jam 3 pagi!!! Haloooo...plis deh jam 3 pagi di stasiun mau ngapain? Ke kamar mandi aja nggak bisa soalnya masih dikerangkeng dan kerangkengnya dikunci, heran deh masa’ toilet pake dikunci segala? Mungkin takut bak airnya dicolong kali ya...(lagian siapa juga yang mau nyolong bak mandi? Kurang gawean...). Pengen tiduran di mushola tapi musholanya juga ikutan digembok ya udah deh...tiduran aja di peron stasiun sekalian nungguin adzan shubuh. Bener-bener ngerasain kayak gembel waktu itu, gimana enggak coba? Udah nggak mandi, bawaan segede karung beras, ditambah lagi ngesot-ngesot di peron stasiun tapi masih untung sih...untung aja nggak ditendang satpam! Ngomong-ngomong nih ya...tiduran di peron ternyata horor juga, gimana enggak dimana-mana ketemu nyamuk yang bunyinya aja ngalahin helikopter. Mungkin kalau aku genap seminggu tiduran di stasiun, balik Jogja bakalan kena anemia akut atau paling mentok badan tinggal tulang belulang aja...oooooo tidddaaaakkk!!! Tapi nggak papa deh...itung-itung bagi-bagi darah bagi para nyamuk kelaparan, bukankah kita sebagai manusia diciptakan untuk saling berbagi dan memberi? (jadi ceramah...). 
Setelah hampir 1 jam lebih bengong nggak jelas sekalian bagi-bagi darah, akhirnya terdengar juga adzan shubuh dan yang paling menakjubkan itu...kamar mandi akhirnya terbuka juga!!! Alhamdulillah yah...sesuatu banget! Gimana nggak sesuatu? Muka udah lengket banget waktu itu pengen cepet-cepet ketemu air trus cuci baju...eh maaf cuci muka! Hhahaaahaha... setelah sholat shubuh, berdo’a, dan meminta pertolongan agar selamat sampai tujuan kita selanjutnya...kita putuskan untuk keluar dari stasiun. Aku kirain tujuan kita selanjutnya waktu itu makan...eeeehhh ternyata mampir dulu ke loket buat beli tiket untuk kepulangan kita besok ke Jogja. Aje gileee...sepagi itu aja antriannya Subhanallah....BANYAK dan PANJAAAANGG padahal loketnya aja masih jam 7 bukanya padahal waktu itu masih jam setengah enam pagi. Yang jadi pertanyaan, tuh orang-orang datang kesini dari jam berapa sih? Niat bangeeeettt... Yah, terpaksa bengong dan menunggu adalah kerjaan kami sembari nunggu loketnya dibuka. Rencana awal kita mau balik ke Jogja pada hari Minggu kuturut ayah kekota, tapi tiketnya abis diborong sama orang-orang mudik Imlek, ya udah deh...akhirnya pulangnya kita undur hari senin (waduuuh....mau ngapain nih di Jakarta kalau pulangnya hari senin?). Oke...tiket udah ditangannya Isma, tujuan selanjutnya ke shelter busway! Waktu itu pas jamnya orang masuk kerja jadi busway-nya penuh terus, isinya manusia semua dan busway pun tiba...aku, Rista, Jarot, dan Pras langsung masuk ke busway. Si Udin sama Isma ketinggal di shelter soalnya udah nggak muat, liat ekspresinya Udin waktu itu sumpah bikin ketawa ngakak. Ekspresinya waktu itu campuran antara capek, nggak percaya, shock, terkejut, dan...melongo! susah dideskripsikan tapi kalau inget bikin ngakak! Setelah terpisah di busway dengan mereka berdua akhirnya ketemu lagi di shelter busway Jelambar, rona muka bahagia campur terharu tampak diwajah mereka berdua...kalau dilihat itu kayak anak panda yang akhirnya ketemu sama induknya setelah udah lamaaaa banget dipisahin (saya yakin 100%, Udin sama Isma kalau baca ini bakalan mencak-mencak ora karuan-lebay). Cukup membahas soal perpisahan dan pertemuan di shelter busway, tujuan selanjutnya waktu itu adalah nyari angkot untuk menuju ke Muara Angke! Nggak perlu waktu lama buat nyari angkot, tinggal jalan sebentar dan ketemu angkotnya langsung dan nggak usah tawar-menawar...langsung naik! Jalanan Jakarta waktu itu...MACET dan itu bukanlah hal yang aneh dan ajaib lagi karena tiap hari juga keadaannya kayak gitu, kalau Jakarta sepi dan longgar...itu baru ajaib! Lama juga di angkot bikin panas dan keringetan...tambah keringetan lagi pas tau keadaannya si Muara Angke itu kayak gimana, BANJIR dan BAU!!! Sumpah demi apapun...saya benci bau ikan! Rasanya pengen muntah beneran waktu itu, untungnya nemuin minyak kayu putih di tas jadi nggak bau-bau banget. Turun di Muara Angke baunya udah agak mendingan, soalnya agak jauh juga dari pasarnya. Setelah turun dari angkot yang udah membawa kita semua ke wilayah antah berantah baunya...langsung aja kita semua bagi tugas. Aku, Rista, sama Udin kebagian belanja kebutuhan kita semua selama disana. Sedangkan Pras, Jarot, dan Isma nyari-nyari info tentang penyebrangan kita ke pulau seribu. Ini moment paling menguras batin dan emosi, saat belanja kami bertiga melewati jalan yang...wowww sekalinya baunya. Wangi ikan dan bangkai ikan...bikin perut terasa dibolak-balik pengen muntahin semua isi perut! Nggak tahan sama baunya akhirnya Cuma bisa tutup hidung  dan ternyata nggak Cuma aku aja yang pengen muntah, si Rista juga...tuh anak nggak tahan juga sama bau ikan. Jadilah aku sama Rista kayak ksatria bertopeng menembus wewangian yang beeeuuuuhhh....memuakkan! Lain halnya sama si Udin, cowok berponi yang satu ini tahan banget sama bau kayak gituan, pertanyaan: kok bisa sih? Perjuangan melewati medan yang mungkin berhasil mengubah bentuk epitel hidung saya tersebut akhirnya membuahkan hasil, balik lagi ketempat semula dengan membawa berplastik-plastik bahan makanan...mulai dari sarden, sayuran, dan... JAGUNG! Yeyeyeyee...bisa bakar-bakar jagung rame-rame, 10 ribu dapet 6! Hahahahaha....GILA! Berbeda dengan kita bertiga yang harus menerjang badai ikan dimana-mana, ketiga teman kami yang lain malah enak-enakan makan buah segar! Haduh...buah segar enak banget kayaknya waktu itu. Tapi apapun itu yang terpenting kita harus secepatnya menuju ke pelabuhan baru buat nyebrang ke kepulauan seribu, awalnya kita niatnya mau jalan aja menuju ke pelabuhan tapi banyak orang sekitar yang bilang kalau pengen menuju kesana itu jauh. Niat awal buat jalan kaki seketika langsung lenyap kala tau kalau tempatnya jauh, kita putuskan buat naik odong-odong. Pikiran yang pertama kali muncul saat denger kata odong-odong, langsung melayang ke mainan anak-anak itu tapi ternyata SALAH BESAR! Odong-odong disini semacam kendaraan umum mirip gerobak tapi ada tempat duduknya tapi nggak mirip gerobak juga sih...jadi gimana dong? Yaa...gitu lah! Dengan merogoh kocek sebesar 10 ribu rupiah saja kita sampai juga di pelabuhan baru. Horeeeee.....akhirnya! Nggak usah mikir-mikir lagi kami langsung menuju ke loket, pengennya langsung beli tiket tapi ternyata loket baru dibuka pas jam 12 nanti, yaudah deh...terpaksa NUNGGU LAGI –pekerjaan yang sudah menjadi kebiasaan selama disana. Selama nungguin loketnya dibuka, seperti biasa lah kalau anak-anak muda pada ngumpul trus disitu ada kamera apalagi kalau enggak foto-foto, bernarsis ria di depan lensa, mencari objek untuk dijadikan background dan ceprak-ceprok sana-sini (bunyi kamera). Dan ternyata udah jam 12, langsung aja kami semua ngantri di loket buat beli tiket. Tujuan kami waktu itu kami putuskan untuk ke pulau Tidung (nama yang aneh...kayak lirik lagu burung kakaktua), kenapa ke Tidung? Soalnya disitu katanya ada jembatan cinta jadi kayaknya menarik aja dibandingkan pulau-pulau yang lainnya! Oiya...biasanya kan kalau mau naik kapal langsung naik aja dan tiketnya baru diambil nanti. Tapi beda kalau disini...disini itu nama penumpangnya dipanggil satu persatu sambil ngasihin tiket, baru boleh naik! Hehe...berasa kayak anak TK kalau mau masuk kelas, dipanggilin namanya satu-satu. Selama perjalanan naik kapal motor, nggak henti-hentinya kami semua berdecak kagum, kecuali saya...karena saya memilih untuk tidur! Lumayan gan 1,5 jam perjalanan buat tidur, capek sih! Wkwkwkwk... nggak nyangka udah nyampe ke pulau impian. 

Pulau itu Bernama Tidung
Pertama kali saat nyampe ke pulau itu adalah WOOOOOOWWWWWW.... nggak percaya pulaunya sebagus itu, kalau kata Rista “Krakal, Baron, Kukup, Indrayati...lewat lah pokoknya!”. Intinya cukup menggantikan perasaan kecewa karena nggak jadi Karimun lah...MANTAP! Setelah turun dari kapal, kami langsung memboyong barang-barang bawaan berjalan menuju ke kepala desa sekitar untuk minta ijin mendirikan tenda. Tapi kata bapak-bapak yang kebetulan sedang duduk disana, kita harus jalan dulu soalnya jauh...okelah kita ngikut aja kata-kata bapak tadi. Tapi setelah cukup lama jalan nggak nemu-nemu kantornya ya? Akhirnya kita putuskan untuk istirahat dulu, kebetulan ada anak-anak kecil lagi maen disitu. Jarot ngobrol-ngobrol sama anak-anak tersebut sedangkan yang laen tetep sibuk dengan aksi mereka di depan lensa. Betapa mengejutkan ketika anak-anak itu bilang kalau kantor kepala desanya itu berada di pas kita turun dari kapal tadi, haduuuhh...nggak mungkin juga jalan lagi balik kesana! Tapi kabar gembiranya kalau dideket situ ada kantor polisi jadi bisa ijin disana...syukurlah. Lanjut lagi jalan kaki dan ternyata benar...ada kantor polisi disana, terpampang tulisan besar POLSEK KEP. SERIBU SELATAN. 
Tapi kok...sepi banget ya? Tapi terdengar musik disetel kenceng banget dari arah dalem gedung tersebut, tambah bingung lagi pas liat ada 2 orang laki-laki duduk didepan kantor Cuma pake kaos doang! Trus...polisinya mana nih? Di depan kantor polisi tersebut kami berenam Cuma bisa celingukan mencari-cari bapak-bapak berseragam polisi tapi hasilnya nihil. Hingga akhirnya diputuskan untuk nanya ke 2 orang mas-mas di depan tadi, yang nanya Rista, Jarot, sama Pras, sedangkan aku, Isma, sama Udin nungguin di depan. Setelah mereka nanya ini itu ke mas-mas tadi baru kami semua tau kalau ternyata si mas-mas tadi itu polisi yang bertugas di daerah itu. Eee..busyet dah! Polisi tapi pakaiannya nyantai banget yak? Ajaiiibbb...kereeeenn...langka! Dan yang paling mantap kalau kami dibolehin buat bikin tenda disana, tapi disarankan untuk bikin tendanya di sekitar kantor polisinya aja. Baiklaaahh...usai melobi kedua bapak polisi yang nyentrik tadi kami berenam menuju ke masjid buat sholat dan bertemulah kami dengan 2 orang bapak-bapak disana. Sambil nanya-nanya ini itu kami ngobrol dengan bapak tua tersebut, alhamdulillah...bapaknya baik nawarin ini-itu ke kita berenam walaupun pada akhirnya kami nggak berminat, tapi terima kasih atas kebaikannya. :)

Basecamp Gratisan...
Usai sholat, baru nyadar kalau perut mulai keroncongan maklum aja sejak pagi belum makan. Oke...kami putuskan untuk memasak di depan polsek sore itu. Berhubung udah keburu laper kita masak mie goreng dan nasi tapi...airnya gimana nih? Perlu diketahui aja kalau air tawar disana itu menjadi barang yang susah didapetin, kalaupun ada itu mahal banget...benar-benar mahal. Satu liter air tawar aja harganya 7000 rupiah, kalau disini air segitu cuma bisa buat apa coba? Jadi hidup disana itu kalau mau ngapa-ngapain mau nggak mau pake air asin yang kalau buat cuci muka bikin pedih di mata tapi nggak pedih di hati... *gombal hahhahaha. Termasuk juga kita, masak nasinya pake air laut. Itu pertama kalinya saya makan nasi yang dicuci pake air laut, tapi rasanya... asin-asin gimanaaa gitu! Enak! Yakin deh...nggak percaya? Buktiin aja tapi awas jangan keseringan ‘ntar kecanduan (mengutip kata-kata Jarot). Sembari nungguin makanannya matang, ternyata bapak polisi tadi nyamperin kami ngajakin ngobrol. Dia cerita ini-itu tentang pengalamannya dulu sampai ditempatkan di pulau itu, seru banget dan yang jelas orangnya baik dan welcome sama kehadiran kita yang cenderung merepotkan. Saking baiknya, kami berenam disuruh tidur di polsek trus kalau mandi disuruh di kamar mandi belakang polsek, dan kalau pengen air tawar bisa ambil di galon yang ada di dalem polsek. Waduuhh...jadi nggak enak ini tapi lumayan deh! Hehe... :) Saking asiknya ngobrol sama bapaknya sampe lupa sama nasi air laut dan mie goreng yang udah dimasak, yaudah deh...stop dulu ngobrolnya dan kita makan bersama! Sederhana namun istimewa, kenapa? Soalnya udah kelaperan dari tadi... wkwkwkwk! Usai makan nasi asin air laut, kami berenam jalan-jalan sore menuju jembatan cinta karena saking penasarannya dengan jembatan tersebut. Selama di jembatan seperti biasa...narsis di depan kameranya itu jadi hal utama dan diprioritaskan, sebagai dokumentasi buat dipamerin ke temen-temen di Jogja! Hahahhaha...paling asik itu pas liat sunset, detik-detik menunggu sang mentari kembali ke peraduannya memunculkan semburat berwarna kuning-oranye sekaligus menandakan bahwa inilah waktunya sang kelelawar keluar mencari makan dan kami kembali ke basecamp (sebut: polsek) tapi sebelumnya mampir dulu di masjid buat sholat maghrib. Sampai polsek itu...capek! Tapi harus tetep semangat mendirikan tenda petang itu, eeehh...ternyata sama polisinya ditegur soalnya kita mendirikan tendanya malem-malem jadilah kita nginep di polsek malem ini. Satu ruangan buat berenam, tidur dengan posisi sembarangan dan kalau dilihat mirip pepes bandeng yang udah nggak karuan bentuknya. Ya gimana mau berbentuk...seharian lebih nggak mandi!!! Tapi tetep mencoba untuk tertidur pulas, menyiapkan tenaga untuk beraksi kembali di esok hari dan berharap semoga hari esok lebih menyenangkan dan banyak kejutan yang menunggu.... :)
Oleh-oleh sunset dari saya, maaf gambar kurang sip! Gambar diambil pake kamera LG-GW300, monggoo...